1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia hampir 70 % dari seluruh wilayah terdiri dari
perairan (laut, payau dan tawar) memiliki potensi perikanan yang sangat besar,
komoditas perikanan sangat strategis untuk dikembangkan saat ini maupun masa
yang akan datang. Salah satu potensi
besar untuk di kembangan ialah pada sektor budidaya perairan laut karena
Indonesia mempunyai beragam potensi sumberdaya kelautan yang sangat beragam.
Didukung dengan adanya garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan Salah satu
komoditas yang berkembang pesat di perairan Indonesia adalah udang windu (Penaeus monodon).
Kondisi
laut yang luas dan iklim tropis di Indonesia mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang windu (Penaeus
monodon) sepanjang tahun. bedasarkan hal ini, baik usaha pembenihan maupun
budidaya banyak dirintis oleh perusahaan swasta dalam skala besar serta para
petambak dapat mengembangkan usahanya secara maksimal.
Udang Windu (Penaeus monodon) merupakan salah
satu komoditas perikanan yang memiliki prospek sangat baik sebagai salah satu
usaha, karena udang Windu memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak
disukai masyarakat selain itu mempunyai aroma dan tekstur daging yang khas
serta nilai gizi yang tinggi.
Keberhasilan
Kegiatan pendederan udang windu di hatchery sangat di pengaruhi oleh
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan memenuhi persyaratan
kualitas air yang mendukung bagi pertumbuhan udang, baik fisika, kimia, maupun
biologis. Selain itu faktor lain yang menentukan keberhasilan usaha pendederan
udang windu tidak luput dari faktor memanajemen pemberian pakannya. Karena
sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya, jika pemberian
pakan termanajemen dengan baik, maka pertumbuhan udang yang dipelihara akan seragam. Selain itu
juga dapat mengefisiensikan dalam pemberian pakan secara optimal, dan biaya
pemeliharaan yang ekonomis.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, diketahui bahwa pakan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kegiatan budidaya, maka perlu ada manajemen yang baik
dalam sektor ini, sehingga pakan yang digunakan dalam kegiatan budidaya dapat
dioptimalkan. Oleh karna itu, penulis tertarik untuk mempelajari manajemen
pakan pada pendederan udang windu (Penaus
monodon) yang dilaksanakan di Balai Benih Ikan Pantai Sedau Kalimantan
Barat.
1.2 Pembatasan Masalah
Batasan masalah yang meliputi proses manajemen pakan pada
pendederan udang windu adalah sebagai berikut:
1.
Jenis pakan
2.
Nutrisi pakan
3.
Dosis pakan
4. Frekuensi pemberian pakan
5. Cara pemberian pakan
6. Pertumbuhan
1.3 Tujuan
Pelaksanaan praktek kerja lapangan III yang dilakukan di Balai Benih Ikan
Pantai Sedau bertujuan sebagai berikut.:
1.
Untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan serta pengalaman dilapangan tentang manajemen pakan pada
pendederan udang windu.
2.
Mengetahui dan mengidentifikasi
permasalahan yang timbul dilapangan dan cara menanggulanginya secara efktif
3.
Dapat mengetaui aspek-aspek
dalam manajemen pakan pada pendederan udang windu.
4.
Dapat membandingkan dan
mengevaluasi pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan dengan yang
dilapangan.
1.4 Manfaat
Dengan di lakukannya PKL III ini,
tentunya memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Dapat
melakukan manajemen pakan
pada pendederan udang windu yang diterapkan di Balai
Benih Ikan
Pantai Sedau.
2. Mahasiswa
menjadi terampil dalam menangani rantai proses manajemen pakan pada pendederan udang
windu secara
keseluruhan.
1.5 Waktu dan tempat
Praktek Kerja Lapangan III ini khususnya dalam “Manajemen Pakan pada Pendederan Udang Windu (Panaeus monodon)” akan di laksanakan pada tanggal 25 Juni 2012
sampai 08 Juli 2012 dan tempatnya di Balai Benih Ikan Air Pantai Sedau,
Provinsi Kalimantan Barat.
2..TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi
Menurut Martosoedarmo dan
Ranoemihardjo (1983) Udang windu tergolong kedalam :
Filum :
Arthropoda
Klas :
Crustacea
Sub
klas :
Malakostraca
Ordo :
Decapoda
Sub ordo : Matantia
Famili :
Penaeidae
Genus :
Penaeus atau panaied
Species : Penaeus monodon
2.2 Morfologi Udang Windu
Gambar 1. Morfologi Udang Windu (Penaeus
monodon)
Ditinjau dari morfologinya, (Gambar 1), tubuh udang windu
terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada
(kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen)
yang terdapat ekor di bagian belakangnya. Semua bagian badan beserta
anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada
terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas,
Sedangkan bagian perut terdiri atas segmen dan 1 telson. Tiap ruas badan
mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula (Suyanto dan Mujiman,
1994).
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton,
yang terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang
kepala (karapas) yang ujungnya meruncing disebut rostrum.
Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas
tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak (Suyanto dan
Mujiman, 1994). Udang betina lebih cepat tumbuh daripada udang jantan, sehingga
pada umur yang sama tubuh udang betina lebih besar daripada udang jantan
(Soetomo, 2000).
Di bagian kepala sampai dada terdapat anggota-anggota
tubuh lainnya yang berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang
adalah sungut kecil (antennula), sirip kepala (scophocerit),
sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat
pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Di
bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas
ke-6 arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal
ujung ekor terdapat lubang dubur (anus). Udang jantan biasanya lebih
besar, tubuh langsing, ruang bawah perut sempit, sedangkan udang betina gemuk
karena ruang perutnya membesar. (Soetomo, 2000). Alat kelamin jantan disebut
petasma yang terdapat pada pangkal periopoda kelima, sedangkan alat kelamin betina
disebut thelicum yang terdapat pada pangkal periopoda ketiga (Suyanto dan
Mudjiman, 1994).
2.3 Sifat Udang Windu
Udang windu merupakan salah satu contoh udang laut dan
sebagai penghuni dasar laut, udang penaidae mencari makan ditempat yang
dalam didasar laut. Ketika masih muda lebih menyukai tempat-tempat yang dangkal
bahkan pantai atau air payau. Menurut Slamet Soeseno (1988), menyatakan bahwa
udang windu (Penaeus monodon) dapat hidup pada kisaran
salinitas 3 ppt – 35 ppt. Dalam waktu 6 bulan dapat mencapai 120 gram/ekor
mulai dari benih berukuran 2 cm.
Udang windu bila dibudidayakan secara baik, terpenuhi
segala kebutuhan hidupnya, tidak ada gangguan lingkungan maka akan mampu
berkembang dengan pesat, senang sekali hidup di dasar perairan atau tambak,
memiliki sifat kanibalisme, dalam keadaan airnya jelek dan kurang makanan,
tubuh udang akan menjadi lunak dan gembos karena itu daging udang hanya berisi
air, secara alami menyukai moluska, kepiting-kepiting kecil, ikan-ikan kecil,
dan udang kecil sebagai makananya, sangat sensitive terhadap pengaruh kebocoran
tanggul, bersifat euryhalin artinya sangat tahan terhadap perubahan
salinitas yang tinggi sampai 35 ppt. apabila melebihi maka pertumbuhan akan
terhambat, selain itu juga udang windu bersifat eurythernal yaitu tahan
terhadap perubahan suhu.
2.4
Daur Hidup Udang Windu
Udang windu
sebagai larva nauplius, mereka berganti kulit (moulting) selama 6 kali
dan menjadi naupli sub stadium VI dalam waktu 2 hari. Perkembangan udang windu
dimulai dari larva, nauplius, zoea, mysis, post larva, juvenile dan dewasa.
Pada saat memijahnya udang windu terjadi di laut sedangkan ketika dewasa mereka
hidup di pantai bahkan payau.
Gambar 2. Daur hidup udang
windu (Penaeus monodon)
Pada waktu naupli tidak
membutuhkan makanan, tetapi pada waktu zoea udang windu mulai makan.
Makanan yang diberikan dengan kepadatan 200 ekor/liter dapat diberikan berupa Skeletonema
costatum sebanyak 50.000 sel/ml. untuk
zoea II mula-mula dapat diberikan Tetraselmis sebanyak 5.000
sel/ml sampai 20.000 sel/ml. zoea III diberikan Brachionus plicatilus
sebanyak 20 ekor/ml atau minimal 10 ekor/ml. pemberian pakan ini dipertahankan
sampai mysis. Kemudian
selanjutnya diberikan anakan Artemia salina sampai kepadatan 3-4
ekor/ml.
2.5 Makan dan Kebiasaan Makan
Udang windu bersifat omnivor, pemakan detritus dan
sisa-sisa organik baik hewani maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat
menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia di lingkunagnnya, tidak besifat
terlalu memilih-milih (Dall dalam Toro dan Soegiarto, 1979). Sedang
pada tingkat mysis, makanannya berupa campuran diatome, zooplankton seperti balanus,
veligere, copepod dan trehophora (Vilalez dalam Poernomo, 1976).
Udang windu merupakan organisme yang aktif mencari makan
pada malam hari (nocturnal). Jenis makanannya sangat bervariasi
tergantung pada tingkatan umur. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah
plankton (fitoplankton dan zooplankton). Udang windu dewasa menyukai daging
binatang lunak atau moluska (kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu
cacing Polychaeta, dan crustacea. Dalam usaha budidaya, udang windu mendapatkan
makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan
benthos. Udang windu akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan (Soetomo,
2000).
2.6 Kualitas Air
Menurut Suyanto dan Mudjiman (1999), faktor lingkungan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari udang,
faktor ̶ faktor lingkungan mempunyai
pengaruh terhadap metabolisme dari udang. Kualitas air merupakan salah satu
faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang windu.
Sekalipun udang windu mempunyai kemampuan mentolerir beberapa parameter air
yang cukup luas, namun untuk pertumbuhannya, maka kisaran kualitas air optimum
perlu dipertahankan dan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Parameter Kualitas Air
Parameter
|
Kisaran Pertumbuhan
|
Optimum
|
Oksigen Terlarut
(ppm)
|
3 ̶ 7
|
< 4
|
Suhu (°C)
|
24 ̶ 34
|
28 ̶ 31
|
Salinitas (ppt)
|
10 ̶ 30
|
30 ̶ 40
|
Kekeruhan (cm)
|
30 ̶ 60
|
30 ̶ 40
|
pH air
|
7 ̶ 9
|
7,5 ̶ 8,5
|
NH3 (ppm)
|
̶
|
< 0,1
|
Sumber :
kordi. H (2007)
2.7 Manajemen Pemberian
pakan
2.7.1 Jenis-jenis pakan
Pekan terdiri dari dua jenis yaitu pakan
alami dan buatan. Pada pakan alami banyak digunakan pada saat udang masih
berukuran kecil, pada fase ini udang bersifat herbivora atau pemakan tumbuhan
dan memakan fitoplankton. Sedangkan pemberian pakan buatan didasarkan pada
sifat dan tingkah laku pada udang. Udang windu mengenali keberadaan pakan
dengan bantuan organ chemoreceptor
yang berupa antenna, digunakan untuk mencium aroma makanan. Untuk pakan buatan
yang berbentuk pellet, penentuan pakan didasarkan pada aroma, juga harus
dipertimbangkan hal lainnya yaitu, pakan yang diberikan harus tenggelam bila
ditebar dan pakan harus memiliki kestabilan atau daya tahan yang baik. (Suyanto
SR,dan Mujiman A, 1999).
Menurut Soetomo M (2000), mengingat pakan
buatan merupakan pakan utama yang menjadi andalan dalam memacu pertumbuhan dan
kesehatan udang windu, maka pembuatan dan pemilihannya harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
Pakan disukai udang windu. Dengan pemberian pakan yg disukai udang
windu agar pakan yg diberikan dapat tercerna selurunya.
a. Pakan memiliki sifat
mudah dicerna dan tidak mudah rusak dalam air.
b. Pakan memiliki kandungan
nutrisi yang diperlukan oleh udang windu.
c. Pakan yang diberikan
harus memiliki ukuran yang sesuai dengan pertumbuhan udang. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan udang
untuk mencerna makanan. Bentuk remah atau tepung diberikan untuk udang yang
masih berupa larva (pascalarva), sedangkan pakan berbentuk butiran halus
diberikan pada udang sesuai dengan umurnya.
2.7.2 Nutrisi Pakan
Menurut
Amri K (2006), kandungan nutrisi pakan yang diberikan kepada udang windu sangat
tergantung pada umur dan stadium udang windu yang dipelihara dan laju
pertumbuhannya. Udang windu stadium muda memerlukan kandungan gizi, terutama
protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan udang windu dewasa. Kandungan
protein yang diperlukan oleh udang dewasa sebanyak 36% dan 40% untuk udang
muda, dengan catatan kandungan asam amino esensialnya lengkap.
2.7.3
Dosis pemberian pakan
Menurut
Suyanto SR, dan Mujiman A, (1999), pemberian pakan buatan dapat dilakukan
padasaat penebaran benur sampai dengan pemanenan. Namun ukuran dan jumlah pakan
yang diberikan harus diberikan dengan cermat dan tepat, sehingga udang tidak
mengalami kekurangan pakan (underfeeding)
atau kelebihan pakan (overfeeding).
Underfeeding bias menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat, ukuran udang
tidak seragam, tubuh tampak keropos, dan timbul kanibalisme. Sementara
overfeeding menyebabkan kualitas air menjadi jelek.
Jumlah
atau dosis pakan adalah jumlah takaran makanan yang diberikan kepada ikan atau
udang. Tujuan diketahuinya dosis adalah agar jumlah makanan yang diberikan
tidak kelebiha dan kekurangan. Dosis pakan yang diberikan harus sesuai dengan
berat tubuh udang. Jumlah atau dosis pakan yang diberikan setiap hari
dipengaruhi oleh ketersedian pakan alami. Dosis pakan yang diberikan berfariasi,
tergantung jenis pakan udang dan laju pertumbuhannya. Ketika udang msih kecil
(benur) jumlah pakan yang diberikan 15-20% dari berat badannya perhari, makin
besar ukuran udang persentase pakan yang diberikan terhadap berat badannya semakin
kecil.
2.7.4 Frekuensi Pemberian Pakan
Pemberian
pakan dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, sore. Berdasarkan kebiasaan
makan dan sifat udang tersebut, Amri K (2006), menyatakan bahwa jumlah ransum
yang diberikan kepada udang windu adalah 4-6 kali perhari, dengan demikian,
pakan udang windu sebaiknya disediakan sepanjang waktu terutama pada malam
hari. Dari segi keperaktisan, pemberian pakan sebaiknya dilakukan pada pukul
10.00, 17.00, 22.00, dan 24.00. Jika lima kali sehari, dilakukan pada pukul
10.00, 16.00, 20.00, 24.00, dan 05.00. Sementara itu jika pakan diberikan 6
kali sehari, sebaiknya dilakukan pada pukul 05.30, 11.00, 16.00, 20.00, 24.00,
dan 03.00.
2.7.5
Cara Pemberian Pakan
Prinsip
dasar pemberian pakan udang windu adalah pakan yang diberikan harus tepat
sasaran. Artinya, pakan yang diberikan hendaknya mudah dicapai udang. Ada dua
cara pemberian pakan yang lazim dilakukan, yakni penebaran langsung keseluruh
tambak dan penggunaan tempat khusus yang disebut dengan anco.
2.7.6 Perhitungan Pakan
Perhitungan
pakan dilakukan dengan tujuan agar pakan yang diberikan dapat efisien dan
berdaya guna. Perhitungan tersebut melipu seperti feeding rate. Menurut
Khairuman dan Amri K (2002), feeding rate merupakan jumlah rata-rata yang
diberikan pada udang tiap harinya. Dalm perakteknya, baik pakan alami maupun
pakan buatan yang diberikan pada udang sebanyak 3-5 % dari bobot udang perhari.
3.
METODOLOGI
3.1 Objek PKL
Objek
pada Praktek Kerja Lapangan III ini adalah “Manajemen Pakan
pada pendederan Udang Windu (Panaeus
monodon)” di Balai Benih Ikan Pantai
Sedau Provinsi Kalaimantan Barat di Sasaran utama praktek kerja lapangan ini di
tekankan pada aspek teknis sedangkan aspek sosial dan ekonomi akan dibahas
secara umum.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada kegiatan praktek
kerja lapangan III ini adalah menggunakan metode
deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang diambil dengan menggunakan
observasi, partisipasi dan wawancara terhadap suatu kedaan. Dimana pada
metode ini pengambilan data dengan melakukan pangamatan terhadap suatu keadaan
yang sebenarnya dan diperoleh secara langsung, data yang diambil berupa data
primer dan data sekunder (Marzuki, 2005).
3.3
Jenis
dan Sumber Data
3.3.1
Data Primer
Data primer
adalah data yang diambil secara langsung dari lapangan. Pengambilan data primer adalah pengambilan data yang
dilakukan dengan pengamatan atau observasi langsung dilapangan, wawancara,
serta partisipasi langsung mengenai aktivitas di lapangan.
Dalam pengumpulan data primer dapat mempergunakan metode sebagai berikut:
1.
Pengamatan atau observasi langsung di lapangan, yaitu berbagai kegiatan
pengamatan yang dilakukan meliputi sebagai jenis objek yang diamati di lokasi.
2.
Wawancara adalah kegiatan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam
penyusunan laporan. Proses wawancara dilakukan langsung dengan teknis yang
dinilai dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan laporan.
3.
Partisipasi adalah berbagai jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan di
lapangan meliputi kegiatan operasional.
Adapun data primer yang diambil adalah tentang manajemen pakan pada
pendederan udang windu yang meliputi, jenis pakan apa saja yang cocok untuk
pendederan udangwindu, lalu nutrisi yang terkandung pada pakan, kemudian
mengetahui cara menentukan frekuensi pemberian pakan beserta dosisnya, setelah
itu cara pemberian pakannya dan mengetahui pertumbuhannya.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan untuk
memperkuat atau data yang mendukung hasil yang diperoleh dari lapangan. Data sekunder ini dapat diperoleh dari buku sebagai
literatur yang berhubungan langsung dengan kegiatan ini.
Data sekunder yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Keadaan umum lokasi
2. Struktur organisasi
3. Sarana dan prasarana manajemen pakan pada
pendederan udang windu
4. Teknik manajemen pakan pada
pendederan udang windu
5. Data-data lain yang menunjang tentang teknik manajemen pakan pada
pendederan udang windu
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Diskripsi Data
4.1.1 Jenis-jenis pakan
Pakan yang digunakan pada pendederan udang
windu PL (post larva) 18 di hatchery BBIP sedaw adalah pakan buatan yang
berbentuk tepung atau serbuk sesuai dengan umur udang. dan dapat dilihat pada
table.1dibawah ini :
Tabel
1. Jenis pakan
Berat udang
|
Pakan
|
0,02 – 0,2 gr
|
DO-A Tepung
|
4.1.2
Nutrisi pakan
Nutrisi sangat penting bagi
pertumbuhan udang windu, karena nutrisi banyak mengandung lemak, protein, serat
kasar, kadar air, dan abu yang bermanfaat sebagai penunjang pertumbuhan udang
tersebut. Untuk lebih jelas lagi nutrisi pakan dapat dilihat pada tabel. 2
dibawah ini :
Tabel 2. Nutrisi pakan
Protein
|
Lemak
|
Serat kasar
|
Abu
|
Kadar air
|
min 40
|
min 6
|
Maks 3
|
Maks 13
|
Maks 11
|
Sumber : komposisi
pakan DO-A
4.1.3
Dosis Pemberian Pakan
Dosis pakan sangat berperan
penting untuk pertumbuhan optimal udang windu. Oleh karena itu dalam pemberian
pakan yang dilakukan di BBIP Sedaw harus sesuai dengan perhitungan dosis yang
sudah ditetapkan yaitu 3-5%, dengan penebaran sebanyak 5.754 ekor. Dapat
dilihat pada Tabel.3 dibawah ini :
Tabel 3. Dosis pakan
Jenis pakan
|
Umur udang
|
Pakan (gr)
|
Frekuensi
|
DO – A Tepung
|
Pl 18
|
9 gr
|
4 kali
|
4.1.4
Frekuensi Pemberian Pakan
Pada kegiatan pendederan udang
windu diperlukan frekuensi waktu pada pemberian pakan udang windu, dalam satu
harinya. Untuk lebih jelasnya frekuensi pemberian pakan dapat dilihat pada
Tabel. 4 dibawah ini:
Tabel. 4 Frekuensi dan waktu pemberian pakan
Umur udang
|
Frekuensi
|
waktu
|
Pl 18
|
4 kali
|
Pkl. 06.00,
12.00, 18.00 dan 23.00
|
4.1.5 Cara
pemberian Pakan
Cara pemberian pakan juga
sangat perlu di perhatikan dari bahan pakan hingga peralatan yg akan digunakan.
Dapat dilihat pada Tabel.5 di bawah ini:
Tabel. 5 Cara pemberian
pakan
Jenis pakan
|
bahan
|
alat
|
keterangan
|
DO – A Tepung
Dosis 3-5%
|
Pakan
air
|
Timbangan
digital
Sendok
Ember
gayung
|
Timbang pakan,
lalu diaduk dengan air setengah ember, kemudian disebarkan keseluruh bak
beton dengan merata.
|
4.1.6 Pertumbuhan
Pada pendederan kita juga
perlu mengetahui pertumbuhannya seperti panjag udang tersebut, agar kita
mengetahui pertumbuhan panjang udang dari awal dilakukannya penebaran. Dapat
dilihat data laju pertumbuhan udang windu pada tabel. 6 dibawah ini :
Tabel. 6 Pertumbuhan
sampling
|
Titik sampel
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
Jumlah
pertumbuhan/ 5 hari (%)
|
Sampling I
|
10
|
13 cm
|
1,3 cm
|
57 %
|
Sampling II
|
10
|
18,7 cm
|
1,87 cm
|
4.2 Analisis
Data
4.2.1
Jenis-jenis pakan
Pakan yang digunakan dalam kegiatan
pendederan udang windu di BBIP Sedau adalah pakan buatan yang diproduksi oleh
perusahaan yang berbentuk tepung.
Pemberian pakan yang dilakukan sesuai dengan bukaan mulut udang. Untuk jenis
pakan tepung diberikan pada saat udang berukuran kecil. Pemberiannya dilakukan
dengan cara mencampurkan pakan tersebut dengan air terlebih dahulu dengan
tujuan agar pakan dpat tersebar dengan merata keseluruh bak beton.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Tirta (2006) dalam armansyah (2007), pemberian pakan
untuk udang harus sesuai dengan bukaan mulut udang.
4.2.2 Nutrisi
Pakan
kandungan
nutrisi pakan yang diberikan kepada udang windu sangat tergantung pada umur dan
stadium udang windu yang dipelihara dan laju pertumbuhannya. Udang windu stadium
muda memerlukan kandungan gizi, terutama protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan udang windu dewasa. Kandungan protein yang diperlukan oleh udang dewasa
sebanyak 36% dan 40% untuk udang muda, dengan catatan kandungan asam amino
esensialnya lengkap. Murtidjo BA (2001), menyatakan bahwa kadar protein yang
dibutuhkan udang adalah sebanyak 47 %,
kadar lemak dan karbohidrat adalah 40-50 %, sedangkan mineral dan
vitamin adalah sebanyak 5-10%.
Dilokasi
praktek BBIP Sedau jumlah nutrisi pakan yang dibutuhkan pada pendederan udang
windu sudah sangat tepat, karena kandungan nutrisi yang dibutuhkan sudah
tercantum dikemasan pakan tersebut.
4.2.3 Pemberian
Pakan
Pemberian
pakan dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, sore. Berdasarkan kebiasaan
makan dan sifat udang tersebut, Amri K (2006), menyatakan bahwa jumlah ransum
yang diberikan kepada udang windu adalah 4-6 kali perhari, dengan demikian, pakan udang windu sebaiknya disediakan
sepanjang waktu terutama pada malam hari. Prinsip dasar pemberian pakan udang
windu adalah pakan yang diberikan harus tepat sasaran. Artinya, pakan yang
diberikan hendaknya mudah dicapai udang. Ada dua cara pemberian pakan yang lazim
dilakukan, yakni penebaran langsung keseluruh permukaan bak beton.
Dilokasi
praktek, cara pemberian pakan dilakukan dengan menebarkan pakan keseluruh
permukaan bak beton, mengingat pakan yang diberikan bersifat serbuk atau
tepung, maka dari itu pakan yang akan diberikan harus dicampurkan dengan air
terlebih dahulu kemudian diaduk hingga merata, sehingga pada saat menebarkan
pakan dapat merata keseluruh bak beton.
4.2.4 Dosis Pemberian Pakan
Dosis pakan
yang diberikan kepada udang windu di lokasi praktek sudah tepat karena
mengikuti jumlah dosis yang tertera di kemasan pakan. Dosis pakan yang
digunakan di BBIP Sedau adalah 3-5 % pada ukuran udang PL (post larva) 18,
dengan jumlah tebar sebanyak 5.754 ekor. untuk menghitung dosis pakan yang akan diberikan
pada udang pertama-tama harus menentukan berapa persen dosis yang akan
digunakan kemudian dosis yang telah ditentukan kemudian dikalikan dengan volume
air pada bak beton. jadi pada setiap kali pemberian pakan yang dilakukan
dilokasi praktek sebanyak 9 gram pada satu bak beton dengan volum air sebanyak
3000 liter.
4.2.4
Frekuensi Pemberian Pakan
Pada lokasi
praktek, frekuensi pemberian pakan dilakukan 4 kali sehari sesuai dengan jam
yang telah ditentukan oleh teknisi disana, mulai dari pukul 06.00, 12.00,
18.00, 23.00
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Suprapto (2006)
dflam Armnsyah (2007), udang adalah hewan air yang makan secara terus menerus
diperlukan waktu untuk makan kurang lebih selama 2 jam untuk makan hingga
kenyang, dan mencernanya kurang lebih selama 2 jam. Jumlah pemberian pakan pada
siang hari jumlahnya lebih banyak, karena pada waktu siang nafsu makan udang
sangat tiggi.
Namun untuk
malam hari jumlahnya dikurangi karena
pada waktu malam hari energi yang digunakan untuk bersaing dengan plankton
dalam mengkonsumsi oksigen. Tetapi dilapangan teknisi menganjurkan untuk
memberi makan udang pada malam hari jumlahnya lebih banyak dengan alasan bahwa
udang windu bersifat nocturnal.
4.2.5
Pertumbuhan
Pada
pendederan kita juga perlu mengetahui pertumbuhannya seperti panjag udang
tersebut, agar kita mengetahui laju pertumbuhan dari awal dilakukannya
penebaran. Dilokasi praktek data laju pertumbuhan yang diambil adalah dari segi
pertumbuhan panjang tubuh udang windu, yang dilakukan dengan cara melakukan
sampling diawal penebaran kemudian mengambil sampel degan 10 titik sampel pada
area bak beton, lalu dilakukan pengukuran panjang tubuh udang dengan penggaris
centi meter (cm).
melakukan
sampel yang ke 2 pada hari ke 5 dengan menggunakan cara yang sama pada
penjabaran di atas. Setelah mendapatkan hasil sampel 1 dan sampel 2 kemudian
sampel akhir di kurangi sampel awal, kemudian di kalikan 100% maka dapatlah
jumlah laju pertumbuhan dalam bentuk persen.
5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari
hasil yang dicapai Praktek Kerja Lapangan III (PKL III) di Balai Benih Ikan
Pantai Sedau Kota Singkawang, maka kesimpulan yang dapta diambil adalah sebagai
berikut:
1.
Jenis
pakan yang digunakan di BBIP Sedau adalah DO-A Tepung. Pakan yang diberikan
sesuai dengan bukaan mulut udang dan umur udang.
2.
Pemberian
pakan terhadap pendederan udang windu menggunakan dosis 3-5 % dengan 4 kali
frekuensi. Pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 23.00.
3.
Pertumbuhan
yang diambil adalah pertumbuhan panjang tubuh pada udang windu. yang diambil
dari awal penebaran kemudian mengambil sempel ke 2 yang dilakukan pada hari ke
5 pemeliharaan.
5.2
Saran
Adapun
saran yang dapat diberikan untuk manajemen pakan di bak beton BBIP Sedau Kota
Singkawang adalah sebagai berikut :
1.
Membuat
daftar pemberian pakan setiap kali pemberian, beserta mencantumkan cara mencari
dosis pakan yang akan diberikan. dan agar memudahkan setiap orang yang praktek
di BBIP Sedau
2.
Selalu
memperhatikan dalam pemberian pakan setiap harinya dalam menyebarkan pakan
dengan merata keseluruh bak beton. Sehingga tidak terjadinya kanibalisme yang
dikarenakan pemberian pakan yang tidak merata.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous. 2000. Paket
Usaha Pembenihan Udang Windu (Penaeus monodon). BBPBAP Jepara.
Murtidjo. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. Kanisius.
Sumeru, SR dan Suzi Anna. 1999. Kualitas Air Udang Windu (penaeus monodon).
Kanisius. Jakarta.
Rachmatun S. dan Mujiman A, 2003. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.
Tricahyo. 1994. Biologi Udang Windu (penaeus monodon). Akademika Pressindo. Jakarta.
Ir. Sumeru Sri Umiyati, Dra. Suzy ana. 1999.
Parameter Kualitas Air Udang Windu (Penaeus
monodon). Kanisius. Yogyakarta.
Anonymous. Paket Teknologi Pentokolan Udang Windu
(Penaeus monodon) di Bak Terkendaki. BBPBAP Jepara.
Prahasta A. dan Masturi H, 2009. Agribisnis Udang Windu. Pustaka Grafika.
Eddy A. dan Evi L, 1999. Teknik
Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Yogyakarta.
LAMPIRAN
1. Keadaan Umum Serta Sarana Dan Prasarana
A.
Keadaan
Umum Lokasi
Sebagai kawasan pesisir pantai, sektor yang memiliki
peran besar baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun perekonomian adalah
sektor kelautan, dimana masyarakat dikawasan ini rata ̶ rata bermata
pencaharian sebagai nelayan.
Balai
Benih ikan Pantai (BBIP) terletak di desa Teluk Karang Kelurahan Sedau
Kecamatan Singkawang Selatan Kota singkawang Kalimantan Barat. Lokasi yang
berhadapan langsung dengan laut cina selatan dengan dasar pantai pasir
berlumpur dengan kedalaman 2–3 meter dengan lokasi seluas 4,5 Hektar. Lokasi
BBIP yang berdekatan dengan sungai Sedau menyebabkan salinitas berkisar 26–33
ppt dan laju sedimentasi pantai yang cukup tinggi.
Balai
Benih ikan Pantai (BBIP) dilengkapi dengan bak induk, bak pemijahan, bak
pendederan, bak larva, bak fitoplankton, bak zooplankton, bak filter pasir, bak
pakan fiber, laboratorium pakan, semi outdoor hatchery dan prasarana pendukung
kegiatan budidaya. Di BBIP ini juga dilengkapi dengan mess, rumah jaga, dapur,
dan fasilitas pendukung lainnya.
B.
Sejarah
Berdirinya Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Sedau
BBIP
Singkawang didirikan pada tahun 2003 diatas lahan seluas 4,5 Hektar yang
terletak di desa Sedau, Kecamatan singkawang selatan, yang berhadapan langsung
dengan laut cina selatan.
BBIP Singkawang mulai beroperasi pada tahun 2006,
setelah 4 tahun pembangunan fisik, kegiatan operasional meliputi pendederan
ikan kerapu pada tahun 2006 dan 2007, pendederan udang vanname sampai pada
tahun 2009, pendederan ikan bandeng tahun 2010, pembenihan udang windu dimulai
dari tahun 2007 hingga sekarang, serta pembenihan ikan kakap putih pada tahun
2011 hingga sekarang.
C.
Tugas
Pokok dan Fungsi
Adapun
tugas pokok dan fungsi BBIP Sedau adalah sebagai pusat pelayanan masyarakat
pembudidaya air payau dalam penyediaan benih dan penyedia alih teknologi
terapan dalam pengembangan kawasan budidaya air payau di Kalimantan Barat,
dengan aktivitas utama yaitu perekayasaan teknologi budidaya air payau dan
produksi benih. Adapun kegiatan tersebut meliputi :
1. Pengembangan
teknologi budidaya air payau berbasis agribisnis yang berdaya saing, ramah
lingkungan dan berkelanjutan.
2. Percepatan
alih teknologi pembenihan ikan air payau kepada unit pembenihan rakyat yang ada
di Kalimantan Barat.
3. Pemenuhan
kebutuhan benih ikan air payau di Kalimantan Barat.
4. Penerapan
BBIP Sedau sebagai penerapan layanan standarisasi teknologi budidaya air payau.
5. Peningkatan
produksi benih komoditas air payau ekonomis penting.
6. Peningkatan
layanan informasi teknologi dan pengawasan budidaya air payau.
7. Peningkatan
sumber daya manusia dan kelembagaan.
D.
Letak
Geografis dan Sarana BBIP Sedau
Lokasi
BBIP Sedau berada pada wilayah kota Singkawang. Secara adminstratif berada di
Desa Teluk karang Kelurahan Sedau Kecamatan Singkawang Pemerintahan Kota
Singkawang. Sedangkan jarak lokasi dengan kota Singkawang adalah 15 Km dan
jarak dengan kota Pontianak adalah 145 Km, dengan jarak lokasi di atas
merupakan faktor non teknis dalam keberhasilan operasional BBIP Singkawang
terkait.
Sarana yang dimiliki BBIP Singkawang ini berupa lahan
seluas 4,5 Hektar yang terdiri dari bak induk, bak pemijahan, bak pendederan,
bak larva, bak fitoplankton, bak zooplankton, bak filter pasir, bak pakan
fiber, laboratorium pakan, semi outdoor hatchery dan prasarana pendukung
kegiatan budidaya. Di BBIP ini juga dilengkapi dengan mess, rumah jaga, dapur,
dan fasilitas pendukung lainnya.
Gambar 2. Balai Benih Ikan Pantai (BBIP)
Sedau
D.
Stuktur
Organisasi Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Sedau
SEKSI
PRODUKSI DAN
LINGKUNGAN
|
KEPALA
BALAI BENIH IKAN
PANTAI
|
SEKSI
ADMINISTRASI DAN TATA
USAHA
|
SEKSI
STANDARISASI DAN
PELAYANAN TEKNIS
|
Tabel
6. Nama dan Pendidikan Terakhir dari Struktur Organisasi Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Sedau
No
|
Nama
|
Pendidikan Terakhir
|
1
|
Saifullah Siregar, S.St.Pi
|
STP
|
2
|
Sinar Suryadi, S.Pi
|
S.1 Perikanan
|
3
|
Herianto, A.Md
|
D.3 Perikanan
|
4
|
Jumadi, A.Md
|
D.3 Perikanan
|
5
|
Sepri Maradona, A.Md
|
D.3 Perikanan
|
6
|
Akong Jerry
|
SMU / SMK
|
7
|
Andi
|
SUPM
|
Sumber : Data Primer BBIP Sedau (2012).
E.
Sarana
dan Prasarana
1.
Fasilitas Pokok
Tabel 7. Fasilitas Pokok Balai Benih Ikan
Pantai (BBIP) Sedau
No.
|
Nama
Barang
|
Spesifikasi
|
Volume
|
Kondisi
|
1.
|
Bak
larva
|
5
x 2 x 1,2 m
|
20
|
Baik
|
2.
|
Bak
fitoplankton
|
4
x 9 x 1,2 m
|
6
|
Baik
|
3.
|
Bak
zooplankton
|
10
x 14 x 1,2 m
|
4
|
Baik
|
4.
|
Bak
pengendapan, Filter, dan Reservoar
|
4,5
x 4,5 x 2 m
|
3
|
Baik
|
5.
|
Laboratorium
pakan
|
-
|
1
|
Baik
|
6.
|
Semi
outdoor hatchery
|
-
|
1
|
Baik
|
7.
|
Bak
induk ikan
|
Diameter
10 x 3 m
|
3
|
Baik
|
8.
|
Bak
filter pasir
|
-
|
1
|
Baik
|
9.
|
Bak
induk udang
|
4
x 4 x 0,6 m
|
1
|
Baik
|
10.
|
Bak
pemijahan
|
1,5
x 1,5 x 1,2 m
|
4
|
Baik
|
11.
|
Bak
pendederan
|
1,5 x 3 x 0,6 m
|
5
|
Baik
|
12.
|
Bak
pakan fiber alami
|
1000
liter
|
10
|
Baik
|
13
|
Akuarium
|
3
|
Baik
|
Sumber
: Data Primer BBIP Sedau (2012).
2. Fasilitas
Penunjang
Tabel 8. Fasilitas Penunjang Balai Benih Ikan Pantai
(BBIP) Sedau
No.
|
Nama
Barang
|
Spesifikasi
|
Volume
|
Kondisi
|
1.
|
Bangsal
bak larva
|
26
x 13 m
|
1
|
Baik
|
2.
|
Rumah
genset
|
4
x 3 m
|
2
|
Baik
|
3.
|
Rumah
pompa
|
-
|
3
|
Baik
|
4.
|
Rumah
blower
|
4
x 3 m
|
1
|
Baik
|
5.
|
Rumah
jaga
|
6
x 4 m
|
1
|
Baik
|
6.
|
Jalan
lingkungan
|
604
m
|
-
|
Baik
|
7.
|
Areal
parker
|
4
x 8 m
|
-
|
Baik
|
8.
|
Kantor
|
-
|
1
|
Baik
|
9.
|
Pos
satpam
|
-
|
1
|
Baik
|
10.
|
Rumah
pimpinan
|
-
|
1
|
Baik
|
11.
|
Mess
karyawan
|
-
|
1
|
Baik
|
12
|
Kipas
angin
|
Standing
|
2
|
Baik
|
13
|
Kompor
gas
|
Portable
sanyo
|
1
|
Baik
|
14
|
Tabung
gas LPG
|
12
kg
|
1
|
Baik
|
15
|
Rice
cooker
|
Automatic
maspion
|
2
|
Baik
|
16
|
Dispenser
duduk
|
Hot
cold + gallon
|
1
|
Baik
|
17
|
TV
21 inch
|
Sharp
|
1
|
Baik
|
19
|
Matras
tidur
|
Busa
|
4
|
Baik
|
20
|
White
board
|
Tempel
|
1
|
Baik
|
Sumber : Data Primer BBIP Sedau (2012).
3. Peralatan
Pembenihan
Tabel
9. Peralatan Pembenihan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Sedau
No.
|
Nama
Barang
|
Spesifikasi
|
Volume
|
Kondisi
|
1.
|
Pompa
laut
|
2
inchi
|
2
|
Baik
|
2.
|
Pompa
transfer
|
1
inchi
|
4
|
Baik
|
3.
|
Selang
pompa
|
1
inchi
|
6
|
Baik
|
4.
|
High
blower
|
LP
100
|
5
|
Baik
|
Lampiran
2 : Data Sampling Pertumbuhan Panjang Udang Windu
1. Sampling awal pertumbuhan
No
|
(cm)
|
1
|
1,5
|
2
|
1,3
|
3
|
1,4
|
4
|
1,1
|
5
|
1,2
|
6
|
1,2
|
7
|
1,5
|
8
|
1,5
|
9
|
1
|
10
|
1,3
|
jmlh
|
13
|
Rata-rata
|
1,3
|
Sampling Panjang awal pendederan pl 18
Jumlah sampling : jumlah titik sampling
13 cm : 10 titik sampel = 1,3 cm
2.
Perhitungan
dosis pakan
Pemberian
pakan yang dilakukan pada pendederan udang windu dosis yang digunakan adalah
3-5 %
Perbandingan :
Jadi
cara perhitungan pakannya adalah :
= 3 ppm x 3000
L
= 9 gram
3.
Perhitungan
sampling ke 2
No
|
(cm)
|
1
|
2,1
|
2
|
2
|
3
|
2,1
|
4
|
2
|
5
|
1,8
|
6
|
1,7
|
7
|
1,9
|
8
|
1,9
|
9
|
1,7
|
10
|
1,5
|
jmlh
|
18,7
|
Rata-rata
|
1,87
|
Sampling Panjang awal pendederan pl 18
Jumlah sampling : jumlah titik sampling
18,7 cm : 10 titik sampel = 1,87 cm
Laju pertumbuhan = rata-rata sampel akhir –
sampel awal penebaran x 100%
= 1,87 – 1,3 x
100%
= 0,57 x 100%
= 57 %
Lampiran 3. Dokumentasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar